Cari Blog Ini

Sabtu, 13 Juli 2013

Mengapa Shalat Kita Sulit Khusuk

Shalat kita kadang tidak khusuk karena: Kita belum mengenal kecuali sebatas Tuhan, belum mengenal Sifat, Af'al dan Asma-Nya, Dia yang menciptakan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, semua yang kulihat, kudengar, yg bergerak, yang berada dilangit dan dibumi, semua dihidupkan-Nya "Al Muhyi" dan semua akan dimatikan-Nya "Al Mumiitu", semua tunduk dalam kehendak "Al Muriidu" dan kekuasaan-Nya "Al Qodiiru", Dialah yang mengatur semuanya "Ar Robbu", Dialah yang mengusai sekaligus memiliki semuanya "Al Maaliku" (QS3:26-27). Dia Maha Menatap "Al Bashiiru" tahu persis hati, pikiran dan lintasan pikiran kita & DIA Maha Mendengar "As Samiiu" mendengar gesekan daun, langkah semut dan rintihan hati hamba-Nya, Lantas sadarkah kita bahwa Dia yang segala-galanya yang kita hadapi dalam sholat selama ini? Bisakah hati dan pikiran kita lari saat sholat, sementara dia menatap hati pikiran kita? Sahabatku, coba camkan uraian diatas sebelum sholat dimulai, tambah konsentrasi agar kita tetap fokus. Kadang kita sulit khusuk dalam sholat karena: Belum faham makna, hikmah, keutamaan, bacaan dalam sholat, serta syarat dan rukun sholat, maka jadilah "sukaaro" sholat mabuk alias sholat tanpa rasa, tanpa pemahaman, tanpa penghayatan, tanpa keyakinan, hampa, seperti robot jasad tanpa ruh, "alkusaala" malah terasa beban, buru-buru pengen cepat selesai, senan gnya menunda-nunda waktu sholat, gerak sholatnya cepat seperti ayam matok, surah dan bacaan sholatpun komai kamit.

Sahabatku, simaklah Kalam Allah ini, "...Janganlah kalian menegakkan sholat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian benar-benar faham apa-apa yang kalian baca dalam sholat kalian" (QS4:43).
Lihat orang mabuk berkata berbuat tetapi tidak sadar apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat, lihat orang sholat berdiri, bertakbir, baca ayat, ruku', sujud, tahiyyat dan salam, tetapi tidak sadar bahwa ia sedang berdiri, rukuk sujud menghadap pencipta langit dan bumi... tidak sadar bahwa ia sedang berdialog dengan pencipta dirinya, yang maha menentukan segala-galanya!. Mengapa sulit khusyu' dalam sholat? Karena kita tidak sadar bahwa sholat itu adalah "Almuhadatsah bainal makhluqi wa Khooliqi" dialog hamba kepada Kholiqnya, "Apabila salah seorang dari kalian sholat, sebenarnya ia sedang berkomunikasi dengan Allah" (HR Bukhori Muslim).

Coba perhatikan dari adzan, panggilan waktu menghadap-Nya, yang dipanggilpun yang ber-syahadat, "Asyhaaduallaa ilaaha illallah wa ashhadu anna Muhammadar Rasulullah", yang tidak beriman tidak dipanggil, karena itulah Rasulullah mengingatkan, "Yang membedakan kita dengan orang kafir adalah sholat, maka siapa dengan sengaja meninggalkan sholat maka sunggu ia sudah berperangai seperti orang kafir". Menutup aurat menghadap-Nya, menghadap qiblat karena memang fokus jasad ruh, hati pikiran kepada-Nya, apalagi berjamaah jadi rapi shof, dan seluruh duniapun satu arah qiblat, lalu bersuci karena memang menghadap maha suci, lalu berdiri tegap, takbir, membaca iftitah "inn wajjahtu wajhiyalilldzi fathoros samaawati wal ardho" hamba datang menghadap-Mu duhai pencipta langit dan bumi, tunduk patuh taat pada-Mu... inilah diantara komunikasi sholat yang belum difahami, lantas bagaimana khusuk tanpa kesadaran ini?
Sahabatku... berusahalah terus untuk bisa khusuk! Mengapa sulit khusyuk dalam sholat? Karena masih sedikit kita yang faham bahwa ketika sholat itu adalah proses komunikasi, tatkala membaca Alfatihah terjadi dialog seorang hamba dengan Rabbnya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca surat al-Fatihah, setiap ayat yang dibaca itu langsung dijawab oleh Allah", lalu Rasulullah menyampaikan ketika seorang hamba berkata, 'Segala puji bagi Allah, tuhan seru sekalian alam". Allah menjawab, "Hamba-Ku telah memuji-Ku". Seorang hamba berkata, 'Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang". Allah menjawab, "Hamba-Ku memuji-Ku". Seorang hamba berkata, ''Raja di hari pengadilan". Allah menjawab, "Hamba-Ku mengagungkan Diri-Ku. Hamba-Ku berserah diri kepada-Ku". Seorang hamba berkata, 'Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan". Allah menjawab, "Inilah pertengahan antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta Aku berikan". Seorang hamba berkata, 'Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan yang telah Engkau anugerahkan kepada mereka, bukan mereka yang kena murka dan bukan mereka yang sesat.' Allah menjawab, "Ini milik hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta Aku berikan". (Hadist Qudsi, HR Muslim).

 Karena itu sahabatku, mulailah membaca bacaan sholat pelan-pelan, penuh kesadaran dan keyakinan "Thuma'ninah". Sahabatku, sungguh Allah langsung menjawab setiap ayat yang kita baca... Sahabatku fillah, apakah ada diantara kalian yang masih sulit khusyuk dalam shalat? Mungkin saja berikut ini salah satu penyebabnya: Karena "hubbub dunya" sangat mencintai dunia, "the money is the first and the final of life, no money no happy" sehingga hati dan pikirannya selalu dipenuhi oleh segala sesuatu yang bersifat duniawi, duit, dolar, makan, minum, keluarga, target-target bisnis, berkhayal dan sebagainya. Itulah yang diingat-ingat dalam sholat, Rasulullah bersabda, "hatta yansa kam rok atan laka" sampai ia lupa sudah berapa rakaat ia sudah sholat", maka tidak heran saat sholat yang semestinya hati pikirannya fokus dalam sholat malah ingat dunia. Sahabatku, simaklah kalam Allah surah Al Maa'uun ayat 4 & 5, "celakalah orang-orang yang mengerjakan sholat yang hati pikirannya lalai kepada Allah". Lalai hatinya karena dunia "ball tu'tsiruunal hayaatad dunya" (QS 87:16).

Karena itu sadarilah hidup kita tidak lama di dunia yang fana ini, sholatlah seakan sholat terakhir dalam hidupmu, simaklah sabda Rasulullah, "Bila engkau melakukan sholat maka sholatlah kamu, seperti orang yang akan meninggalkan alam fana" (HR Ibnu Majah & Imam Ahmad).
Adakah diantara kalian yang masih sulit konsentrasi ketika sholat, mungkin salah satu penyebabnya adalah: Karena makan minum yang haram, baik secara zat "lizaatihi" seperti, anjing, babi, alkohol, narkoba dan sebagainya, atau cara mencarinya dengan cara haram, "linailihi", walaupun halal zatnya seperti makan tempe tahu halal tetapi karena cara mencarinya dengan berdusta, menipu, sumpah palsu, terima sogokan, korupsi dan sebagainya, maka tetap haram. Secara fisik ia makan Tempe atau tahu tetapi sebenarnya ia makan anjing dan babi, itulah yang disebut "rijsun min amalisy syaithon". Najis karena amalnya, atau "roddudzdzakaat" karena menolak zakat, maka hartanya bercampur dengan hak faqir miskin, kotorlah hartanya. Semuanya menjadi hijab hati dan hijab hubungan kepada Allah, walhasil sholatnyapun tidak diterima, Allah "Subbuuhun" maha suci hanya menerima yang suci. Ingat komentar Rasul pada orang yang menangis tatkala berdoa, "hampir saja aku mengira doanya diijabah Allah, namun Jibril memberitahuku bahwa orang itu suka menipu, lantas bagaimana Allah menjawab si penipu, pakaian dan makanannya dari hasil menzholimi orang lain?"

Sadarilah saat sholat, kita berhadapan dengan zat yang maha suci!! Jika kalian belum mendapat jawaban mengapa sulit khusyuk dalam sholat? Simak uraian berikut ini: Mungkin karena sholatnya masih disertai "Al fahsyau" berbuat maksiat seperti berdusta, mabuk, buka aurat, berjudi, berzina, dari zina mata melihat yang porno, tangan meraba, pikiran berkhayal sampai zina kemaluan "adzdzunuubu kaafilatul quluubi" dosa dosa ma'siyat itu menjadi "cover" penutup hati. Alwaqi, guru imam Syafii' berkata, "nurullahi la yuhda lil a'shi", sungguh cahaya nur hidayah Allah tidak akan masuk pada hati yang tertutup gelap karena maksiat.

Inilah kebanyakan yang terjadi pada "tukang sholat" bukan "Penegak Sholat", STMJ Sholat Terus Maksiat Jalan, ritual rutinitas tanpa disertai amal yang berkwalitas, hasilnya lagi-lagi kosong, tidak ada "atsar" pengaruh, ini sekaligus menjadi jawaban mengapa ada orang sholat tetapi sulit khusyu' Bagaimana bisa khusyuk kalau maksiat jalan terus. Imam Ghazali berkata, "Sungguh, sekali dusta sudah cukup membuat sholatnya terhijab kepada Rabbnya. Saudaraku yang Seiman, SubhanAllah, maafkan kalau yang aku sampaikan ini membuat kalian tidak nyaman, mudah-mudahan Allah terus membimbing kita dengan hidayah-Nya sehingga semakin dekat dengan kematiaan semakin baik ibadah sholat kita...aamiin.

Jika hati kita tidak bersih, memang sulit untuk konsentrasi sholat. Inikah diantara yang membuat kaliat sulit khusuk ketika sholat? Karena sholatnya disertai "al mungkar", berbuat zholim, menganiaya, menipu, menggunjing, memfitnah, merendahkan orang lain, menghina, memukul apalagi sampai membunuh orang lain. Itu semua akan menjadi hijab besar, karena Allah hanya menerima ibadah yang membuat hamba itu menghinakan diri dihadapan-Nya dan yang membuat dirinya rendah hati. Sholat kalian akan dianggap dusta kalau tidak memperhatikan yatim piatu dan faqir miskin (QS 107:1-3).
"Cuek, masa bodoh, pelit, emangnya gue pikiran" dan sebagainya sudah cukup dianggap pendusta sholat, pendusta agama apalagi sampai berbuat aniaya, dan ini semua bukan akhlak hamba Allah yang sholat, orang sholat itu belas kasih, santun, pemaaf, murah senyum, dermawan dan rendah hati, sungguh mulia akhlak hamba yang khusuk sholat itu sahabatku..

Mengapa sulit khusuk dalam sholat?
Karena "goirul isti'daadi" tidak mempersiapkan diri secara maksimal menghadap Allah, seperti pakaian kurang bersih, kurang rapi padahal ada pakaian bersih dan rapi, mukena yang bau apek atau badan yang masih kotor padahal masih bisa membersihkan, atau tempat ibadah kurang bersih, atau dengan sengaja mengulur waktu sholat.
Imam Ghazali berkata, "Siapa dengan sengaja mengulur waktu sholat tanpa alasan yang dibenarkan secara Syar'i maka sungguh setengah kekhusukan telah hilang dari sholatnya". Berarti orang yang memperhatikan sholat diawal waktu itu sungguh telah meraih setengah kekhusukan. Kemudian membiarkan diri tidak faham sholat dengan tidak mau meningkatkannya untuk belajar, akhirnya sholat hanya sekedarnya maka hasilnyapun sekedarnya, tidak heran sholatnya tidak berpengaruh dalam kesehariannya.
Sahabatku, tentu sangat beda hasilnya mereka yang sungguh-sungguh belajar dan mempersiapkan diri untuk sholat dengan yang sekedarnya, atau malas sholat.

Selasa, 08 Januari 2013

Ujian Kejujuran

Kejujuran adalah moral utama manusia beriman. Entah akan beresiko menjadi beruntung ataupun sebaliknya, seharusnya prinsip berlaku jujur harus ditegakkan. Apapun hasil yang diterima.

Sangat mungkin terjadi, seorang mahasiswa yang jujur kepada dosennya bahwa ia telah melakukan menyontek. Akan diberikan ucapan atas kejujuran tetapi tetap saja menjadi tidak lulus, karena dalam kontrak pengajaran memang sudah disepakati. Yang nyontek maka tidak lulus.

Seorang pedagang berlaku Jujur. Dagangannya malah menjadi kurang laku dan dia tidak disukai penjual sekitarnya. Padahal kalo dia mau ikuti kebiasaan pedagang lainnya, ia akan membawa untung yang lebih banyak.

Seorang Polisi sederhana yang jujur. Dia tidak disukai rekan-rekan sejawatnya, karena tidak mau terlibat dalam usaha-usaha yang berbau korup. Padahal jika dia mau ikut saja atau minimal menyetujui kekotoran itu, maka uang dan harta akan mudah mengalir.

Sobat, jujur terkadang memang tidak nyaman. Tetapi melahirkan ketentraman. Jujur sering dihadapi dengan hati yang ‘sulit’ terutama ketika bertemu situasi dengan pilihan instant untung rugi, dipuji dimarahi dan berbagai kondisi yang tidak mengenakkan.

Membaca dan merenungi ayat dibawah ini, QS. At Taubah (9) : 118. Mengingatkan diri kita, bahwa sebuah kejujuran tidak harus selalu beruntung tetapi butuh proses panjang untuk memperoleh ujung yang membahagiakan. Dan itu adalah bagian dari seleksi ujian dari Allah, sehingga akan ter-eliminasi orang-orang yang tidak serius dalam beriman, palsu dalam bertaubat.
Dan akan melahirkan pribadi-pribadi istimewa yang benar-benar tangguh dalam menggengam sifat-sifat wajib manusia beriman, dimana Kejujuran adalan salah satunya. وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Dan terhadap tiga orang[665] yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.
Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [665] Yaitu Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi’. mereka disalahkan karena tidak ikut berperang. Inilah kisah sahabat yang mulia tersebut : Ka’ab bin Malik adalah salah seorang sahabat Nabi yang mendapat anugerah Allah berupa kepiawaian dalam bersyair dan berjidal. Syair-syairnya banyak bertemakan peperangan. Kemampuan sebagai penyair ini, mengantarkannya menduduki posisi khusus di sisi Nabi, selain dua sahabat yang lain, yaitu Hassan bin Tsabit dan Abdullah bin Rawahah. Ka’ab bin Malik termasuk pemuka sahabat dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Khazraj. Nama lengkapnya ialah ‘Amr bin Al Qain bin Ka’ab bin Sawaad bin Ghanm bin Ka’ab bin Salamah. Pada masa jahiliyah, ia dikenal dengan kunyahnya (panggilan) Abu Basyir. Kisah kejujuran Ka’ab bin Malik ini, berawal saat Rasulullah telah mengambil keputusan untuk menyerang Romawi. Beliau memobilisasi para sahabat untuk tujuan itu. Kaum rnuslimin segera melakukan persiapan dan berlomba-lomba menginfakkan harta yang mereka miliki.

Di tengah kesibukan kaum muslimin melakukan persiapan, ada seorang sahabat yang belum memulainya. la bernama Ka’ab bin Malik. Kali ini, Allah hendak mengujinya dengan perang Tabuk. Pada masa tuanya, Ka’ab bin Malik menuturkan kisahnya kepada putranya : “Aku tidak pernah absen dalam satu peperangan pun bersama Rasulullah kecuali dalam perang Tabuk dan perang Badr. Tatkala Rasulullah berangkat bersama pasukan, aku masih terlambat dan belum sempat melakukan persiapan. Batinku berharap, aku bisa menyusul mereka. Namun akhirnya, langkahku benar- benar terhambat. Kesedihanku bertambah, ketika aku tahu bahwa orang-orang yang tidak bergabung dalam jihad itu hanya orang-orang yang tertuduh munafik atau kaum yang lemah fisiknya”. Saat Rasulullah tiba di Tabuk, Beliau bertanya: “Apa yang terjadi dengan Ka’ab?” Seorang laki-laki dari kaumku dengan kiasan menjawab,”Baju kesayangannya telah menahannya”. Namun Mu’adz menangkisnya,”Sungguh buruk perkataanmu. Demi Allah, kami tidak mengetahui tentang dirinya kecuali baik saja”. Rasulullah terdiam. Ketika Rasulullah, kembali dari peperangan, orang-orang yang absen segera menemui Beliau, untuk menyampaikan alasan-alasan mereka. Jumlah mereka delapan puluh orang lebih. Rasulullah pun menerima alasan-alasan mereka dan memohonkan ampun bagi mereka. Sempat terbesit dalam benakku untuk mengajukan alasan dusta kepada Beliau, agar aku selamat dari kemarahan Beliau. Namun kuurungkan niatku dan kubulatkan tekad untuk berkata jujur kepada Beliau. Aku mengucapkan salam kepada Beliau, Beliau tersenyum kecut kepadaku. Beliau berkata,”Kemarilah!” Aku pun mendekat dan duduk di hadapan Beliau. Beliau bertanya kepadaku,”Apa yang menahanmu? Bukankah engkau telah mempertaruhkan punggungmu?” Aku menjawab,”Benar, wahai Rasulullah. Demi Allah, seandainya saat ini aku duduk di hadapan orang selain engkau, tentu aku sampaikan segala argumentasi yang dapat menyelamatkanku dari kemarahan, lantaran aku ahli berjidal (pandai bicara). Namun aku sungguh mengetahui, seandainya hari ini aku berdusta supaya engkau memaklumiku, niscaya Allah yang akan memberitahukan kepada engkau. Aku mengatakan alasan yang sebenarnya dengan jujur kepadamu. Dan sungguh, aku berharap ampunan Allah dengan kejujuranku. Demi Allah, aku sama sekali tidak memiliki alasan saat aku berdiam di rumah dan tidak ikut serta perang bersamamu.” Beliau berkata,”Laki-laki ini telah berkata jujur. Berdirilah sampai Allah memutuskan perkaramu,” aku pun berdiri dan meninggalkan Beliau. Sekelompok laki-laki dari Bani Salimah mengejarku seraya berkata,”Demi Allah, kami tidak mengetahui engkau melakukan dosa sebelum ini. Mengapa engkau tidak beralasan seperti yang dilakukan orang-orang itu? Sungguh, permohonan ampun Rasulullah untukmu akan menghapus dosamu.” Mereka terus membujukku hingga aku berpikir untuk kembali kepada Rasulullah dan berdusta kepada Beliau. Aku bertanya kepada mereka,”Adakah orang yang mengalami hal yang sama sepertiku?” Mereka menjawab,”Ada! Dua orang laki-laki yang mengatakan alasan seperti alasanmu. Dan Rasulullah mengatakan perkataan yang sama kepada mereka, seperti yang Beliau katakan kepadamu.” Aku bertanya,”Siapa mereka?” Mereka menjawab,”Murarah bin Ar Rabi’ Al ‘Amri dan Hilal bin Umayyah Al Waqifi.” Mereka adalah dua orang sahabat yang ikut dalam perang Badr dan pada diri mereka terdapat suri tauladan. Aku pun berlalu meninggalkan mereka. Sejak saat itu, Rasulullah melarang para sahabat berbicara dengan kami, tiga orang yang tidak ikut dalam perang Tabuk. Dua sahabatku, mereka tak tahan menghadapi hajr (isolasi) yang dilakukan kaum muslimin terhadap kami. Mereka mengurung diri dalam rumah dan tak pernah berhenti menangis. Sedangkan aku adalah orang yang termuda dan terkuat di antara mereka. Kukuatkan hatiku untuk menemui orang-orang, berharap akan ada seseorang yang menyapaku. Namun tak ada seorang pun yang mau berbicara denganku. Ketika aku memasuki masjid, kuucapkan salam kepada Rasulullah. “Apakah Beliau akan menggerakkan bibirnya untuk menjawab salamku?” tanya hatiku. Aku pun shalat dan mengambil posisi terdekat dengan Beliau. Aku mencuri-curi pandang kepada Beliau. Ketika aku fokuskan pandangan pada shalatku, Beliau memandangku. Dan bila aku meliriknya, Beliau memalingkan wajahnya dariku. Keadaan itu terus berlanjut hingga beban itu kian berat kurasakan. Aku pun menemui Abu Qatadah, sepupuku dan orang yang sangat kucintai. Aku memanjat dinding rumahnya dan kuucapkan salam padanya. Namun dia tidak menjawab salamku. Aku berkata memelas padanya, “Wahai, Abu Qatadah! Demi Allah, bukankah engkau mengetahui bahwa aku mencintai Allah dan RasulNya?” la hanya terdiam dan tidak menanggapi perkataanku. Kuulangi kata-kataku tadi berkali-kali, hingga ia berujar singkat: “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui”. Air mataku pun meleleh tanpa bisa kutahan. Aku berlalu. Suatu ketika, saat aku berjalan di pasar kota Madinah, seorang laki-laki dari Syam yang menjual makanan di pasar itu bertanya kepada orang- orang: “Siapakah yang mau menunjukkan Ka’ab bin Malik kepadaku?” Orang-orang pun memberitahukannya. Dia pun mendatangiku. Kemudian menyerahkan sehelai surat dari Raja Ghassan. Tertulis dalam surat itu: “Telah sampai berita kepadaku, bahwa temanmu telah menyia-nyiakanmu. Sedangkan Allah tidak menjadikanmu orang yang terhina dan tersia-siakan. Bergabunglah dengan kami, maka kami akan rnenolongmu”. Aku berkomentar,”lni pun cobaan untukku,” lalu aku lempar surat itu ke dalam tungku api. Setelah berlalu empat puluh hari semenjak Rasulullah dan para sahabat mengisolasi kami, tiba-tiba datang utusan Beliau dengan membawa perintah agar aku enjauhi istriku. Aku bertanya, “Apakah aku harus menceraikannya atau apa yang harus kulakukan?” Sang utusan menjawab,’Tidak, tapi jauhilah ia dan jangan engkau sentuh.” Aku berkata kepada istriku, “Kembalilah kepada keluargamu. Tinggallah bersama mereka sampai Allah memutuskan perkara ini.” Keadaan seperti itu terus berlanjut. Hingga tibalah suatu pagi selepas aku shalat shubuh. Kondisiku saat itu seperti yang ijak seakan tak kukenali lagi. Tiba-tiba aku mendengar seseorang berteriak: “Wahai, Ka’ab bin Malik! Berbahagialah!” Aku pun segera menghaturkan syukur dengan sujud kehadiratNya. Sungguh telah datang jalan keluar bagi kami. Rasulullah telah mengumumkan kepada para sahabat setelah shalat Shubuh. Allah telah menerima taubat kami. Orang-orang berbondong-bondong menemui kami dan mengekspresikan kegembiraan mereka atas berita ini. Sungguh tak terlukiskan kebahagiaanku saat itu. Aku memberikan dua baju yang kukenakan kepada laki-laki yang datang membawa kabar gembira itu. Padahal saat itu, aku tidak memiliki baju selain kedua baju itu. Oleh karena itu, aku meminjam baju dan bergegas ke masjid menemui Rasulullah. Saat itu Beliau dikelilingi para sahabat. Tiba-tiba Thalhah bin Ubaidillah berdiri dan berlari kecil menghampiriku, kemudian ia menggamit tanganku dan menyalamiku seraya mengucapkan selamat untukku. Sungguh, tidak ada seorang pun yang berdiri dan melakukan seperti yang ia lakukan, hingga aku pun tidak pernah melupakan kebaikannya itu. Aku pun masuk masjid dan mengucapkan salam kepada Rasulullah. Saat itu wajah Beliau berseri-seri dan bersinar bak rembulan. Tatkala aku sudah duduk di depan Nabi, Beliau berkata: “Berbahagialah dengan hari terbaik yang engkau jumpai semenjak ibumu melahirkanmu”. “Apakah pengampunan ini darimu, wahai Rasulullah? ataukah dari Allah?” tanyaku. Beliau menjawab, “Tidak! Pengampunan ini datang langsung dari sisi Allah.” Aku berkata kepada Beliau: “Wahai, Rasulullah! Sungguh, sebagai cerminan nyata taubatku, aku sedekahkan hartaku di jalan Allah”. Beliau berkata, “Tahanlah sebagian hartamu untuk dirimu, karena itu lebih baik bagimu.” Aku mentaati perintah Beliau dan berkata: “Kalau begitu, aku tahan anak panahku yang kugunakan dalam perang Khaibar. Dan sungguh Allah telah menyelamatkanku dari perkara pelik ini karena kejujuran. Maka sebagai wujud taubatku pula, aku tidak akan berbicara kecuali dengan jujur”. Sungguh, aku tidak mengetahui ada orang lain yang mendapat ujian kejujuran seperti Allah mengujiku. Hingga sampai saat ini, aku tidak pernah bicara dusta satu kali pun sejak berjanji kepada Rasulullah. Dan aku morion kepada Allah agar menjagaku pada sisa umurku ini”. Demikianlah sosok Ka’ab bin Malik. Seorang mujahid di jalan Allah dengan pedang dan lisannya. Sosok patriot yang memiliki kejujuran setegar batu karang. Tak terkikis oleh ujian yang menyempitkan hatinya. Dijalaninya sisa hidupnya dengan selalu menggenggam kejujuran. Pada masa tuanya, ia kehilangan penglihatannya. Dan putranya, Abdullah yang menjadi pemandu sejak Allah menghilangkan penglihatannya. Ka’ab bin Malik wafat pada masa pemerintahan Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Semoga rahmat dan keridhaan Allah senantiasa tercurah atas diri penyair Rasulullah ini. ***** Semoga sosok Ka’ab yang jujur , pemberani dan sabar menanggung resiko tersebut menular kepada bangsa ini. Bayangkan, alangkah mudahnya andai : Beliau berbohong saja, maka ia akan selamat (baca:sementara) seperti orang-orang munafik lainnya. Atau menerima tawaran dari utusan Raja Ghassan, bukankah akan dimulyakan jikalau dia mau berpindah kesana. TETAPI dengan SEMANGAT baja tetap memilih JUJUR, dan BERSABAR dalam menjalani proses TAUBAT dan memilih Allah dan Rasul-Nya sehingga selamat di Akherat dan di dunia. InsyaAllah. Apakah kita berani menirunya?? Salam Kerja Keras Selalu berfikir Positif Sukses untuk Anda